Entri Populer

Senin, 28 Maret 2011

Enzim Lipase

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Enzim adalah golongan protein yang disintesis oleh sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator dalam setiap reaksi metabolisme yang terjadi pada organisasi hidup. Enzim juga merupakan biokatalisator yang menunjang berbagai proses industri. Hal ini disebabkan enzim mempunyai efisiensi dan efektifitas yang tinggi, reaksinya tidak menimbulkan produk samping, serta dapat digunakan berulangkali dengan teknik amobilisasi (Lehninger, 1995).
Untuk memproduksi enzim dalam jumlah besar dan mempunyai aktivitas yang tinggi, perlu diperhatikan faktor-faktor penting seperti kondisi pertumbuhan, cara isolasi, serta jenis substrat yang digunakan. Kondisi pertumbuhan yang menunjang produksi enzim secara maksimal adalah pH, suhu inkubasi, waktu inkubasi, dan komposisi media pertumbuhan harus mengandung sumber energi, sumber karbon, sumber nitrogen dan mineral (Wang, 1979).
Pengunaan enzim dalam bioteknologi modern semakin berkembang secara cepat. Banyak industri-industri yang telah memanfaatkan kerja enzim, meliputi industri pangan dan non pangan.
Salah satu jenis enzim yang mempunyai peran penting dan tidak ada bandingan dalam pertumbuhan bioteknologi adalah enzim lipase. Enzim ini memiliki sifat khusus dapat memecahkan ikatan ester pada lemak dan gliserol. Selain itu, lipase mempunyai kemampuan mengkatalis reaksi organik baik didalam media berair maupun dalam media non air (Sumarsih, 2004). Enzim lipase sangat berperan dalam pemisahan asam lemak dan pelarutan noda minyak pada alat industri agar minyak dapat dilarutkan dalam air. Beberapa reaksi yang dikatalisis oleh enzim lipase diantaranya adalah reaksi hidrolisis, alkoholisis, esterifikasi,dan interesterifikasi (Dosanjh dan Kaur, 2002).
Disamping dari tanaman dan hewan, dewasa ini lipase mulai diproduksi dari berbagai mikroorganisme. Keuntungan memproduksi enzim dari mikroorganisme menurut Suhartono (1989) adalah produksi enzim dapat ditingkatkan dalam skala besar dalam ruangan yang relatif terbatas. Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim lipase, karena bakteri memiliki kemampuan hidup di berbagai lingkungan yang terdapat kandungan makanan atau nutrisi yang kompleks. Oleh sebab itu pada makalah ini kami akan mengkaji enzim lipase dari mikroorganisme.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan dari makalah ini yaitu:
1. Jenis mikroorganisme apakah yang mampu menghasilkan enzim lipase?
2. Bagaimanakah cara memproduksi enzim lipase dari mikroba?
3. Bagaimanakah cara pemurnian enzim lipase?
4. Bagaimana cara mengkarakterisasi enzim lipase?
5. Bagaimanakah cara menguji aktivitas enzim lpase?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui jenis mikroba penghasil enzim lipase.
2. Mengetahui cara memproduksi enzim lipase dari mikroba.
3. Mengetahui cara pemurnian enzim lipase.
4. Mengetahui cara mengkarakterisasi enzim lipase.
5. Mengetahui cara menguji aktivitas enzim lpase.
D. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini ialah kita dapat mengetahui jenis mikroba penghasil enzim lipase, cara memproduksi enzim lipase dari mikroba, cara mengkarakterisasi enzim lipase, dan mengetahui cara menguji aktivitas enzim lpase.






BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Dewasa ini, enzim adalah senyawa yang umum digunakan dalam proses produksi. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal dari enzim yang diisolasi dari bakteri. Penggunaan enzim dalam proses produksi dapat meningkatkan efisiensi yang kemudian akan meningkatkan jumlah produksi.
Lipase (triacylglycerol hydrolase, E.C. 3.1.1.3) merupakan enzim yang penting pada industri lemak dan minyak, yaitu untuk mengubah bentuk fisik dan kimia minyak dan lemak alami menjadi produk yang bernilai tambah lebih tinggi (Elisabeth dan Siahaan, 2000, Ronne, T.H., et.al., 2005, Wang, et.al., 2006, Liu, et.al., 2007) sebagai contoh yang telah berhasil dengan baik yaitu modifikasi minyak dari tumbuhan menjadi lemak kakao subtitusi yaitu minyak sawit dengan stearin kelapa sawit, ataupun dengan mengganti sebagian dengan lemak sapi, minyak bunga matahari yang dilakukan secara interesterifikasi enzimatis (Macrae, 1983; Forssell, et.al., 1992; Bloomer, et.al., 1990; Khumalo, et.al., 2002).
Pemanfaatan enzim lipase di dalam industri pangan maupun non pangan semakin meningkat. Pada industri pangan, lipase banyak digunakan dalam industri susu (hidrolisis lemak susu), industri roti dan kue (meningkatkan aroma dan memperpanjang umur simpan), industri bir (meningkatkan aroma dan mempercepat fermentasi), industri bumbu (meningkatkan kualitas/tekstur), serta pengolahan daging dan ikan (meningkatkan aroma dan mengubah lemak). Sedangkan pada industri non pangan, lipase digunakan pada industri kimia dan obat-obatan (transesterifikasi minyak alami), industri oleokimia (hidrolisis lemak/minyak), industri detergen (melarutkan spot minyak/lemak), industri obat-obatan (mempermudah daya cerna minyak/lemak dalam pangan), kedokteran (analisis trigliserida dalam darah), industri kosmetik (mengubah lemak), dan industri kulit (mengubah lemak dalam jaringan lemak). Pemanfaatan lipase pada industri lemak dan minyak untuk mengubah bentuk fisik dan kimia minyak dan lemak alami menjadi produk yang bernilai tambah lebih tinggi (Khumalo, et.al., 2002).
Lipase diklasifikasikan sebagai enzim hidrolase yang menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas, gliserida parsial (monogliserida), digliserida dan gliserida (Macrae, 1983). Aplikasi lipase untuk hidrolisis, interesterifikasi dan esterifikasi telah menjadi objek penelitian, dengan perhatian utama pada aplikasi minyak dan lemak. Lipase dapat digunakan dengan baik sebagai biokatalis dalam proses biologis (Dosanjh and Kaur, 2002).
Lipid terstruktur adalah triasil gliserol yang mengandung campuran asam lemak berantai pendek, medium, atau keduanya dan berantai panjang yang sebaiknya dalam molekul gliserol yang sama supaya menunjukkan potensi maksimalnya (Akoh, 1988). Lipid terstruktur berdasarkan lokasi asam lemak dibedakan menjadi lipid terstruktur spesifik (LSS) dan lipid terstruktur non-spesifik (LS). LS adalah minyak dan lemak termodifikasi atau sintetik mengandung asam lemak berantai panjang dan medium atau pendek. LSS adalah minyak dan lemak termodifikasi atau sintetik mengandung asam lemak berantai panjang dan medium atau pendek, dimana masing-masing kelompok menempati secara spesifik pada posisi sn-2 atau sn-1,3 dari kerangka gliserol. LS dapat diproduksi dengan interesterifikasi kimia (randominisasi) atau enzimatik. Namun LSS hanya dapat diproduksi melalui interesterifikasi enzimatik menggunakan enzim lipase regiospesifik (Xu, 2000). Pada akhir-akhir ini produk baru berupa LSS memperoleh perhatian dunia di bidang teknologi pangan dan gizi. Bahkan sintesis LSS dapat melalui ester asam lemak misalnya metil atau etil ester asam lemak yang dapat digunakan pula untuk biodiesel atau bahan baku industri oleokimia.




BAB III
PEMBAHASAN

A. Lipase
Enzim lipase atau asilgliserol hidrolase (E.C 3.1.1.3) merupakan enzim yang dapat menghidrolisis rantai panjang trigliserida. Keterangan dari kode enzim ini adalah :
3 Hydrolases
1 Acting on ester bonds
1 Carboxylic-ester hydrolases
3 triacylglycerol lipase
Enzim ini memiliki potensi untuk digunakan memproduksi asam lemak, yang merupakan prekursor berbagai industri kimia. Lipase diklasifikasikan sebagai enzim hidrolase yang menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas, gliserida parsial (monogliserida), digliserida dan gliserida seperti pada gambar berikut.

Produksi asam lemak secara industri menggunakan katalis kimia menghasilkan efek samping bagi lingkungan. Selain itu enzim lipase telah banyak dikenal memiliki cakupan aplikasi yang amat luas dalam bidang bioteknologi, seperti biomedikal, pestisida, pengolahan limbah, industri makanan, biosensor, detergen, untuk industri kulit dan industri oleokimia (memproduksi asam lemak dan turunannya).
Lipase sebagai katalis untuk reaksi esterifikasi dapat diperoleh dari species mikrobia ataupun tanaman. Nelson dkk. (1996) melakukan ”screening” lipase dari banyak spesies mikroba dalam kemampuannya melakukan transesterifikasi trigleserida dengan alkohol rantai pendek menjadi alkil ester. Lipase Mucor miehei ternyata paling efisien mengubah trigliserida menjadi alkil ester dengan alkohol primer, sedangkan lipase dari Candida antartica paling efisien untuk transesterifikasi trigliserida dengan alkohol sekunder menghasilkan alkohol ester bercabang. Lipase ini juga terbukti efektif untuk transesterifikasi minyak nabati dan bahan baku lain yang mengandung asam lemak tinggi menjadi derivat alkil ester.
B. Sisi aktif enzim lipase
Lipase juga disebut dengan serin hidrolase yang bekerja pada urutan G-X1-S-X2-G, dimana G-glycine, S-serine, X1-histidin dan X2-asam glutamat atau aspartat. Fungsi biologis dari lipase adalah mengkatalisis proses hidrolisis dari triacylglycerols menjadi asam lemak bebas. Gambar beikut dapat dilihat struktur 3 dimensi dari enzim lipase.

Dari gambar diatas dapat dilihat komponen sisi aktiv dari enzim lipase yang teridiri dari Serin-77, Aspartat-133 dan Histidin-156. Berikut adalah struktur dari asam amino serin, aspartat dan histidin.


Interaksi residu Asp atau Glu bermuatan negatif memungkinkan residu tersebut untuk bertindak sebagai basis umum yang dapat menangkap sebuah proton dari gugus hidroksil situs aktif Serin. Sehingga dihasilkan ion alkoksida yang nukleofilik terhadap residu Serin untuk menyerang gugus karbonil substrat ester membentuk perantara asil-enzim. Komponen penting lainnya untuk mekanisme katalitik adalah oxyanion-hole yang terdiri dari donor ikatan H (kebanyakan ikatan kelompok N-H). Lubang oxyanion membantu untuk menstabilkan reaksi antara selama katalisis ketika oksigen karbonil membawa muatan parsial negatif.
Proses aktivasi serin oleh histidin dan asp/glu lipase dapat digambarkan seperti dibawah ini.

C. Mekanisme Hidrolisis Triasilgliserol
Secara umum proses pemutusan ikatan ester oleh lipase dapat digambarkan seperti berikut ini.

Dari gambar di atas maka dapat kami tuliskan mekanisme reaksi dari hidrolisis triasilgliserol secara umum seperti berikut ini.




D. Mikroorganisme penghasil enzim lipase
Kelompok yeast yang dapat manghasilkan lipase adalah dari Candida rugosa dan dari kelompok jamur adalah Aspergillus niger dan Penicillium aurantiogriseum. Adapun pada kelompok bakteri, lipase yang dihasilkan adalah dari genera Bacillus, Aeromonas, Pseudomonas, Alcaligenes, Arthrobacter, Chromobacterium, Serratia, Vibrio, Aeromonas, dan Staphyloccus.
Di antara sumber lipase baik berasal dari tumbuhan, hewan dan mikroba, ternyata lipase mikroba yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan karena mikroba dapat dengan mudah dibudidayakan dan lipase dapat mengkatalis berbagai reaksi hidrolisis dan sintetis. Lipase digunakan dalam berbagai bidang bioteknologi, seperti pengolahan makanan dan susu (keju pematangan, pengembangan rasa, EMC teknologi), deterjen, farmasi (naproxen, ibuprofen), agrokimia (insektisida, pestisida) dan oleokimia (hidrolisis lemak dan minyak, sintesis biosurfaktan ) industri. Lipase dapat lebih dimanfaatkan di daerah baru di mana mereka dapat berfungsi sebagai biocatalysts potensial.
Lipase yang dihasilkan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah lama waktu inkubasi. Lama waktu inkubasi mempengaruhi jumlah lipase yang dihasilkan. Kemampuan bakteri dalam menghasilkan lipase telah ditemukan dengan lama waktu inkubasi dari beberapa jam sampai beberapa hari. Pabai et al (1996) dan Dong et al (1999) melaporkan bahwa Pseudomonas spp., P. fragi, dan P. fluorescens BW 96CC mampu menghasilkan lipase hingga mencapai maksimum setelah inkubasi antara 72 dan 96 jam. Menurut Mahadik et al (2002), aktivitas lipase Aspergillus niger maksimum pada waktu inkubasi 5 hari. Lima et al. (2005) melaporkan bahwa jamur Penicillium aurantiogriseum menghasilkan lipase setelah inkubasi 48 dan 72 jam.
1. Lipase Bakteri
Sejumlah relatif lebih kecil dari lipase bakteri telah diteliti dengan baik dibandingkan dengan tanaman dan jamur lipase. Lipase bakteri adalah glikoprotein, tetapi beberapa lipase bakteri ekstraseluler adalah lipoprotein. Winkler et al melaporkan bahwa produksi enzim pada sebagian besar bakteri dipengaruhi oleh polisakarida tertentu. Sebagian besar lipase bakteri dilaporkan sejauh ini konstitutif dan tidak spesifik dalam spesifisitas substrat dan lipase bakteri sedikit thermostabil.
Di antara bakteri Achromobacter sp., Alcaligenes sp., Arthrobacter sp., Pseudomonas sp, Staphylococcus sp dan Chromobacterium sp, telah dimanfaatkan dalam produksi enzim lipase. Stafilokokus menghasilkan lipoprotein lipase di alam. Lipase dimurnikan dari S. aureus dan S. hyicus menunjukkan berat molekul berkisar antara 34-46 kDa. Mereka dirangsang oleh Ca2+ dan dihambat oleh EDTA. pH optimum bervariasi antara 7,5 dan 9,0. gen lipase dari S. hyicus dan S. aureus telah diklon, diurutkan, dan dibandingkan dengan lipase lainnya. Ke-duanya menunjukkan adanya domain terpisah oleh 100 jenis residu asam amino yang mungkin untuk membentuk sisi aktif. Residu situs putatif aktif terdapat pada His 269 dan Ser 369, pada lipase S. hyicus sangat dilestarikan dalam dua lipase S. aureus dan dalam lipase beberapa eukariot.
Lipase dari spesies yang berbeda dari Psuedonomas telah dimurnikan dengan pengasaman dari supernatan kultur, pengendapan amonium sulfat, kromatografi kolom, dan fokus isoelektrik menggunakan CHAPS. Lipase yang dimurnikan dari P. fragi, P. fluorescens, dan P. aeruginosa monomer dengan berat molekul 33 kDa, 45 kDa, dan 29 kDa. Lipase ini dihambat oleh Zn++, Fe++, dan Al+++ dan activator oleh Ca++. Gen lipase dari P. fragi telah dikloning dan sequenced.
2. Lipase jamur
Lipase jamur telah diteliti sejak tahun 1950-an, dan Lawrence, Brockerhoff dan Jensen telah menyajikan tinjauan yang komprehensif. Lipase ini sedang dieksploitasi karena biaya ekstraksi yang rendah, stabilitas termal dan pH, spesifisitas substrat, dan aktivitas dalam pelarut organik. Para produsen utama dari lipase komersial ialah Aspergillus niger, Candida cylindracea, lanuginosa Humicola, Mucor miehei, Rhizopus arrhizus, R. delemar, R. japonicus, R. niveus dan R. oryzae.
Di antara Mucorales, enzim lipolitik dari Mucor hiemalis , M. miehei, M. lipolyticus, M. pusillus, Rhizopus japonicus, R. arrhizus, R. delemar. R. nigricans, R. nodosus, R. microsporus, dan R. chinesis telah dipelajari secara detail. Termofilik M. pusillus dikenal sebagai penghasil lipase ekstraseluler termostabil.
1,3 - spesifisitas (regio)-dari Rhizopus, merupakan lipase yang sangat cocok untuk konversi trigliserida menjadi monogliserida. Lipase R. japonicus telah digunakan untuk menghasilkan mentega, pembuatan coklat dan interesterifikasi minyak sawit dengan metil stearate. Lipase (40 sampai 45 kDa) dari berbagai jenis Rhizopus menunjukkan aktivitas maksimum terhadap asam lemak rantai menengah (C8-C10). Dalam kasus R. delemar, ekstraseluler dan intraseluler isoenzim lipase telah diisolasi.
Produsen Lipase dari Entomophthorales termasuk Entomophthora apiculata, E. coronata, E. thaxteriana, E. virulenta, Basidiobolus spp. dan Conidiobolus spp. Untuk genus Pichia, Hansenula, dan Saccharomyces juga dilaporkan menghasilkan lipase. Dua macam lipase telah dimurnikan dari Saccharomyces lipolytica. Lipase dilaporkan dari Candida curvata, C. tropicalis, C. valida, dan C. pellioculosa dan spesifik terhadap obligasi ester berbeda dalam hidrolisis trigliserida dengan C. deformans.
Jamur Geotrichum candidum berperan dalam pembentukan asam dalam produk susu oleh lipolyzing lemak. Lipase dari G. candidum spesifisitas terhadap asam lemak dengan ikatan rangkap cis di C9, sehingga enzim ini diterapkan untuk analisis struktural triglycerides.
Enzim lipase intraseluler dan ekstraseluler Aspergillus niger adalah 1,3 - (regio)-specific. A. oryzae dilaporkan efisien untuk ekspresi heterolog dari lipase dari Rhizopus miehei dan Humicola lanuginosa. Enzim lipase dari Penicillium roqueforti berperan dalam rasa Blue cheese. Aktivitas lipolitik juga telah terdeteksi pada P. camemberti, permukaan cetakan putih dan keju Brie Camembert. Lipase dengan spesifisitas untuk asam butirat telah diisolasi dari strain dari spesies Penicillium seperti P. cyclopium, P. Verrucosum var, P. cyclopium, dan P. crustosum. Enzim lipase dari P. cyclopium memiliki aktivitas yang jauh lebih tinggi terhadap mono dan digliserida selain trigliserida. Enzim lipase dari H. lanuginosa DSM 3819 cocok sebagai aditif deterjen karena bersifat termostabilitas, aktivitas yang tinggi pada pH basa, dan stabilitas terhadap surfactant anionik. Lipase dari H. lanuginosa menunjukkan tingkat tinggi aktivitas hidrolitik pada minyak kelapa dan minyak karena memiliki kandungan asam laurat yang tinggi.
Keterangan mengenai enzim lipase dari mikroba dapat dilihat pada tabel berikut ini.

E. Produksi dan Pemurnian Enzim Lipase dari Bakteri
Produksi enzim lipase dari bakteri diawali dengan penanaman bakteri dalam media fermentasi yang terdiri dari komposisi gum arab 5%, pepton 1%, , minyak zaitun 10% dengan kondisi optimum pertumbuhan bakteri sebagai berikut: waktu inkubasi 24 jam, suhu 35°C, pH 8 (Anissa, 2006). Penanaman media fermentasi menggunakan kondisi optimum dilakukan untuk memperoleh enzim lipase dengan jumlah yang cukup besar.
Setelah diinkubasi dalam media fermentasi selama 24 jam, enzim lipase dipisahkan dengan menggunakan alat sentrifuga dengan kecepatan 3500 rpm, 30 menit dan suhu 4oC untuk mendapatkan ekstrak kasar enzim lipase. Dari proses ini diperoleh ekstrak kasar enzim sebanyak 985 mL dengan aktivitas unit rata-rata enzim hasil pengukuran duplo 0,21 U/ml, kadar protein 3,55 mg/ml, aktivitas spesifik 0,059 U/mg.
Setelah didapat ekstrak kasar dilanjutkan dengan proses pemurnian enzim secara fraksinasi bertingkat menggunakan garam amonium sulfat. Fraksi tertinggi adalah fraksi ke V (80-100)% jenuh dengan aktivitas unit 3,5 U/ml, kadar protein 1,74 mg/ml dan aktivitas spesifik 2,011 U/mg. Fraksi tertinggi yang diperoleh ini selanjutnya didialisis menggunakan bufer fosfat pH 8; 0,025 M. Enzim lipase hasil dialisis fraksi ke V menunjukkan 2,04 U/ml, kadar protein 0,42 mg/ml.dan aktivitas spesifik 4,86 U/mg. Hasil ini memperlihatkan bahwa telah terjadi kenaikan sebesar 82,37 kali dibandingkan ekstrak kasar enzim dengan perolehan 31,48 %.
Enzim lipase yang telah didialisis selanjutnya dimurnikan kembali dengan sephadex G-100 secara kromatografi kolom, diperoleh 22 fraksi dimana fraksi 19 adalah fraksi tertinggi dengan aktivitas unit 2,83 U/ml, kadar protein 0,57 mg/ml dan aktivitas spesifik 4,96 U/mg.
Dari 3 tahap pemurnian (fraksinasi, dialisis, dan kromatografi kolom) terlihat bahwa aktivitas spesifik meningkat yang disebabkan oleh peningkatan kemurnian enzim. Aktivitas spesifik enzim dipengaruhi oleh kadar protein, semakin tinggi aktivitas spesifik suatu enzim maka semakin tinggi kemurnian enzim tersebut. Hal ini menunjukkan terjadinya pemisahan protein lain yang bukan enzim. Dengan meningkatnya aktivitas spesifik pada tiap tahap pemurnian, menunjukkan bahwa proses pemurnian yang dilakukan cukup baik.

F. Pemurnian Enzim
a. Fraksinasi Amonium Sulfat
Proses pemurnian sampel ekstrak kasar enzim lipase diawali dengan fraksinasi bertingkat menggunakan garam ammonium sulfat dengan tingkat kejenuhan (0-20%), (20-40%), (40-60%), (60-80%) dan 80-100%). Fraksinasi dengan amonium sulfat dilakukan dengan cara menambahkan amonium sulfat sedikit demi sedikit pada larutan ekstrak kasar enzim sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Pengadukan diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan busa selama kurang lebih 20 menit. Setiap endapan protein enzim yang didapat dipisahkan dari filtratnya dengan menggunakan sentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 15 menit kemudian dilarutkan dalam larutan buffer fosfat pH 8 dengan konsentrasi 0,05 M lalu diuji aktivitasnya menggunakan Metode titrimetri dan ditentukan kadar proteinnya menggunakan Metode Lowry. Fraksi yang memberi aktivitas tertinggi diuji aktivitas esterifikasinya.
b. Dialisis
Endapan enzim hasil fraksinasi bertingkat yang memiliki aktivitas tertinggi dilarutkan ke dalam buffer fosfat pH 8; 0,05 M selanjutnya dimasukkan kedalam kantong selofan, kemudian didialisis menggunakan buffer fosfat pH 8; 0,05 M selama ± 48 jam pada suhu 4ºC.
c. Kromatografi Kolom
Perlakuan enzim selanjutnya adalah pemurnian berdasarkan ukuran dengan kolom kromatografi filtrasi gel menggunakan sephadex G-100 sebagai fase diam. Sampel diteteskan pada bagian atas kolom gel sephadex G-100 yang berfungsi sebagai fase diam dan larutan buffer fosfat pH 8 yang berfungsi sebagai fase gerak. Sampel enzim yang memiliki bobot molekul lebih besar dari pori-pori gel akan melewati ruang antar pori-pori sehingga akan lebih dahulu keluar dari kolom sebaliknya yang berbobot molekul lebih kecil akan masuk ke dalam pori-pori matriks sehingga akan keluar lebih lambat. Setelah proses kolom berlangsung, eluen ditampung pada wadah sebesar 15 ml. Eluen yang telah ditampung pada wadah kemudian diukur kadar protein dan aktivitas enzimnya. Fraksi yang memberikan aktivitas tinggi dikumpulkan dan dikarakterisasi serta ditentukan aktivitas esterifikasinya.

G. Uji aktivitas enzim lipase
Untuk menentukan aktivitas enzim menggunakan metode titrimetri yaitu, sebanyak 2 ml minyak zaitun dalam erlenmeyer 100 ml, ditambah 1 ml buffer fosfat 0,05 M (pH 8), dan 1 ml larutan enzim. Campuran substrat enzim ini kemudian dikocok menggunakan shaker inkubator pada 30°C selama 1 jam. Setelah 1 jam substrat enzim diinaktifkan dengan menggunakan campuran aseton : etanol (1:1) sebanyak 1 ml. Campuran tersebut ditambahkan 5 tetes fenolftalein 1% sebagai indikator dan dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,05 N. Titrasi dihentikan setelah campuran berubah menjadi merah muda. Pengukuran aktivitas dilakukan secara duplo. Untuk penetuan standar dilakukan dengan komposisi campuran yang sama, tetapi pada saat dimasukkan larutan enzim dengan segera ditambahkan campuran aseton : etanol untuk menginaktifkan enzim. Kemudian dititrasi dengan prosedur yang sama dengan analisis sampel.

H. Penentuan Kadar Protein
Sebanyak 0,1 ml larutan enzim ditambahkan 0,9 ml aquades direaksikan dengan 5 ml larutan C. Larutan didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar, kemudian ditambahkan reagen Folin-Ciocelteau sebanyak 0,5 ml. Larutan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar. Warna yang terbentuk dibaca serapannya pada panjang gelombang 740 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Konsentrasi protein ditentukan dengan menggunakan kurva standar Bovin serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi 0-800 ppm.

I. Uji Aktivitas Esterifikasi
Pengukuran aktivitas esterifikasi dilakukan menggunakan Metode Hariyadi (1995) dalam Efendi (2001) yaitu dengan cara mengesterkan 0,2 M asam laurat dan 0,2 M lauril alkohol didalam tabung reaksi bertutup, masing-masing sebanyak 5 ml. Selanjutnya di inkubasi pada suhu 50°C selama 15 menit. Setelah suhu konstan, ditambahkan enzim sebanyak 0,1 ml kemudian diinkubasi selama 15 menit pada suhu 50°C. Selama reaksi esterifikasi berlangsung dilakukan pengadukan dengan stirer agar reaksi berjalan lebih baik. Untuk mempertahankan suhu yang konstan, esterifikasi dilakukan menggunakan circulated water bath. Media pemanas yang digunakan adalah aliran air yang terus berputar secara kontinyu (Nuraida, 2000 dan Suhendra, 2004).
Setelah reaksi esterifikasi selesai, hasil reaksi segera disaring dengan membran selulosa 0,45 μm untuk memisahkan enzim. Filtrat yang telah terpisah dari enzim, dianalisis kandungan asam lemak bebas (ALB).
Untuk pengukuran asam lemak bebas menggunakan Metode Lowry dan Tinsley yang dimodifikasi. Filtrat yang diperoleh diambil sebanyak 0,4 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 4,6 ml heksan. Setelah itu dihomogenkan menggunakan vortex 30 detik yang dilanjutkan dengan penambahan 1 ml cupric asetat pH 6-6,2 sebagai pewarna. Kemudian dihomogenkan kembali selama 2 menit dan diinkubasikan selama 15 menit. Lapisan atas filtrat diambil dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 715 nm. (kurva standar dibuat dengan menggunakan asam laurat 0-100 mmol).


J. Karakterisasi Enzim
Fraksi yang digunakan untuk tahap karakterisasi enzim adalah fraksi yang mempunyai aktivitas unit tertinggi. Selanjutnya dilakukan karakterisasi enzim yang meliputi pH, temperatur, waktu inkubasi, Km dan Vm.
1. pH Optimum
Untuk menentukan pH optimum enzim hasil isolasi, variasi pH yang digunakan adalah 6, 7, 8, 9, dan 10 hasilnya tertera pada Gambar 1. Dari gambar tersebut terlihat bahwa aktivitas lipase bervariasi dengan adanya perubahan pH. Hal ini umumnya terjadi karena adanya perubahan struktur sekunder dan tersier dari enzim. Pada pH yang optimum muatan gugus samping asam amino berada pada keadaan yang sesuai sehingga enzim sangat efisien dalam mempercepat reaksi biokimia yang sangat spesifik. Aktivitas optimum lipase dicapai pada pH 8. Hal ini disebabkan karena pada kondisi pH 8 gugus pemberi dan penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada pada keadaan yang diinginkan sehingga aktivitas katalitiknya tinggi.


2. Penentuan Temperatur optimum
Pada penentuan temperatur optimum, suhu yang digunakan adalah 30°C, 35°C, 40°C, 45°C, dan 50°C. Dari hasil pengujian yang dilakukan temperatur optimum lipase adalah 45°C seperti yang tertera pada Gambar 2. Pada temperatur kurang dari 45°C enzim cukup stabil, tetapi hidrolisis substrat minyak zaitun oleh enzim tidak berjalan secara maksimal. Dengan meningkatnya temperatur, energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi bertambah sehingga molekul yang bereaksi semakin banyak dan produk yang dihasilkan semakin besar. Diatas temperatur optimum, aktivitas enzim menurun tajam hal ini terjadi karena enzim mengalami denaturasi protein yang dapat merubah konformasi struktur molekul sehingga enzim kehilangan sifat alamiahnya. Pada temperatur tinggi, substrat juga dapat mengalami perubahan konformasi sehingga gugus reaktifnya mengalami hambatan dalam memasuki sisi aktif enzim (Suhartono, 1989). Sedangkan pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimum, aktivitas enzim juga rendah. Hal ini disebabkan karena rendahnya energi aktivasi yang tersedia. Energi tersebut dibutuhkan untuk menciptakan kondisi tingkat kompleks aktif, baik dari molekul enzim atau molekul substrat.



3. Waktu Inkubasi optimum
Selain pH dan temperatur, waktu inkubasi juga mempengaruhi pembentukan produk. Penentuan waktu inkubasi optimum dilakukan dengan pengujian enzim lipase pada berbagai waktu inkubasi, yaitu : 5, 10, 15, 20, 25, dan 30 menit. Pengaruh waktu inkubasi terhadap aktivitas enzim lipase dapat dilihat pada Gambar 3.


Berdasarkan pada Gambar 3, aktivitas lipase optimum pada waktu inkubasi 10 menit. Pada waktu inkubasi diatas 10 menit, enzim mulai mengalami penurunan aktivitas lipase. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan waktu yang dibutuhkan oleh setiap enzim untuk bereaksi dengan substrat. Selain itu dengan panas 45°C enzim lipase tidak dapat terlalu lama bereaksi dengan substrat sehingga lipase mulai mengalami denaturasi.

4. Nilai Km dan Vm
Kecepatan reaksi enzim akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat sampai pada suatu harga yang memberikan kecepatan reaksi tetap. Pada keadaan tersebut, kecepatan reaksi enzim mencapai maksimum karena reaksi enzim dengan substratnya menjadi jenuh dan tidak dapat bereaksi lebih cepat. Harga KM dari suatu enzim berfungsi untuk mengetahui konsentrasi dari substrat yang menghasilkan setengah laju reaksi maksimum.
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa mula-mula aktivitas unit meningkat dengan bertambahnya konsentrasi substrat, akan tetapi setelah tercapai aktivitas optimum terjadi penurunan aktivitas. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi substrat optimum enzim berada pada keadaan “jenuh dengan substrat”. Selain itu, dapat juga disebabkan pengendalian umpan balik, dimana jika produk yang dihasilkan berlebih maka produk tersebut menjadi inhibisi bagi kerja enzim.


Harga KM dihitung dengan mengukur aktivitas enzim lipase dalam berbagai konsentrasi substrat dengan pH, temperatur, dan waktu inkubasi optimum. Pada penelitian ini digunakan pH 8, temperatur 45°C, dan waktu inkubasi 10 menit. Harga KM enzim hasil isolasi adalah 0,07 mg substrat/ml dan V¬¬maks sebesar 1,506 μmol minyak/ml enzim.menit.


K. Uji Aktivitas Esterifikasi
Penentuan aktivitas esterifikasi dilakukan dengan mencampurkan asam laurat dan lauril alkohol sehingga akan dihasilkan ester dan air. Selain itu dalam penelitian ini juga digunakan pelarut heksana. Heksana merupakan pelarut organik non polar yang sering dan cocok digunakan dalam reaksi esterifikasi yang dikatalis oleh lipase. Selain itu menurut Basri et al.,(1995) aktivitas esterifikasi yang tinggi dari enzim lipase diperoleh dengan menggunakan pelarut organik yang bersifat non polar karena pada pelarut hidrofobik, air cenderung akan berpartisi ke dalam molekul enzim sehingga akan meningkatkan kelarutan dan kestabilan enzim. Sementara itu aktivitasnya akan rendah pada penggunaan pelarut organik yang bersifat polar karena pelarut tersebut akan menarik sebagian air esensial dari molekul enzim.
Dalam pengujian aktivitas esterifikasi dilakukan pada ekstrak kasar enzim, fraksi tertinggi ( Fraksi V) dari fraksinasi amonium sulfat, enzim hasil dialisis, dan enzim hasil kromatografi kolom. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa aktivitas esterifikasi meningkat dari ekstrak kasar enzim sampai tahap pemurnian kromatografi kolom seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa aktivitas esterifikasi dari ekstrak kasar sampai dengan kromatografi kolom semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan semakin meningkat kemurnian enzim lipase maka makin meningkat juga aktivitas esterifikasi enzim lipase.
Tabel 1. Hasil Uji Aktivitas Esterifikasi Lipase
Tahap Aktivitas esterifikasi
(mmol/ml enzim.menit)
Ekstrak kasar enzim 2.38
Fraksi V (80-100%) 3.81
Dialisis 4.29
Kromatografi kolom 5.24

Adanya protein lain yang bukan enzim dapat menghambat sehingga kerja enzim tidak maksimal dalam proses esterifikasi. Maka ketika dilakukan pemurnian, enzim telah terpisah dari protein lain yang bukan enzim sehingga dapat memaksimalkan proses esterifikasi.





L. Aplikasi enzim lipase
1. Lipase dalam industri susu
Lipase digunakan secara ekstensif dalam industri susu untuk hidrolisis lemak susu. Aplikasi saat ini meliputi peningkatan rasa keju, percepatan pematangan keju, pembuatan produk keju-suka, dan lipolisis lemak mentega, dan cream. Sedangkan penambahan lipase terutama lisis rantai pendek (C4 dan C6) asam lemak yang mengarah ke pengembangan rasa, aroma tajam, pelepasan rantai menengah (C12 dan C14) asam lemak cenderung memberikan rasa sabun untuk produk . Selain itu, asam lemak bebas mengambil bagian dalam reaksi kimia sederhana di mana mereka memulai sintesis bahan rasa lain seperti aceto-asetat, ß-keto asam, metil keton, ester rasa, dan lactones.
2. Lipase dalam deterjen
Penggunaan enzim dalam sabun bubuk masih tetap menjadi pemasaran terbesar untuk industri enzyme. Tren di seluruh dunia terhadap suhu pencucian yang lebih rendah telah menyebabkan permintaan jauh lebih tinggi untuk formulasi deterjen rumah tangga. program skrining terakhir intensif, diikuti oleh manipulasi genetik, telah menghasilkan pengenalan beberapa persiapan yang cocok, misalnya, Novo Nordisk's Lipolase (lipase Humicola disajikan dalam Aspergillus oryzae).
3. Lipase di industri oleokimia
Ruang lingkup penerapan lipase pada industri oleokimia sangat besar karena menghemat energi dan meminimalkan degradasi termal selama hidrolisis, glycerolysis, dan alcoholysis. Miyoshi Minyak dan Lemak.Co Jepang, melaporkan penggunaan komersial cylindracea lipase Candida dalam produksi sabun. Pengenalan generasi baru enzim murah dan sangat termostabil dapat mengubah keseimbangan ekonomi yang mendukung penggunaan lipase.
Kecenderungan saat ini di industri oleokimia adalah suatu gerakan menjauh dari menggunakan pelarut organik dan emulsifiers. Berbagai reaksi yang melibatkan hidrolisis, alkoholisis, dan glycerolysis telah dilakukan langsung dalam campuran substrat menggunakan berbagai lipase amobil. Ini telah menghasilkan produktivitas yang tinggi serta terus menerus menjalankan proses. Hidrolisis enzimatis mungkin menawarkan harapan terbesar untuk membelah lemak tanpa investasi yang besar dalam peralatan mahal serta pengeluaran dalam jumlah besar energy termal.
4. Lipase dalam sintesis trigliserida
Nilai komersial lemak tergantung pada komposisi asam lemak dalam struktur mereka. Sebuah contoh khas dari campuran trigliserida tinggi nilai-asimetris adalah mentega kakao. Potensi lipase 1,3-regiospecific untuk pembuatan pengganti mentega, coklat diakui oleh Unilever dan Fuji Oil. Ulasan komprehensif pada teknologi ini, termasuk analisis komposisi produk yang ditemukan. Pada prinsipnya, pendekatan yang sama berlaku untuk sintesis banyak lainnya terstruktur triglycerides properti memiliki dietic atau nutrisi yang berharga, lemak misalnya, susu manusia. Ini trigliserida dan lemak fungsional serupa mudah diperoleh dengan acidolysis dari fraksi minyak kelapa sawit yang kaya 2-palmitoil gliserol dengan asam lemak tak jenuh (s). Acidolysis, dikatalisis oleh lipase 1,3-spesifik, digunakan dalam penyusunan produk nutrisi penting yang umumnya mengandung lemak rantai asam menengah. Lipase sedang diselidiki secara ekstensif sehubungan dengan modifikasi minyak bernilai tinggi asam lemak tak jenuh ganda seperti asam arakidonat, asam eicosapentaenoic, dan asam docosahexaenoic. Pengayaan substansial di kandungan asam lemak tak jenuh ganda fraksi mono-gliserida telah dicapai oleh alkoholisis lipase-katalis atau hydrolysis.
5. Lipase dalam sintesis surfaktan
Poligliserol dan karbohidrat ester asam lemak banyak digunakan sebagai detergen industri dan sebagai pengemulsi dalam berbagai besar formulasi makanan (spread yang rendah lemak, saus, es krim, mayonnaises). Enzymic sintesis surfaktan fungsional yang sama telah dilakukan pada suhu sedang (60-80 ° C) dengan regioselectivity sangat baik. Adelhorst et al telah melakukan esterifikasi pelarut-bebas dari sederhana alkil-glikosida menggunakan asam lemak cair dan lipase amobil antarctica Candida. Fregapane et al diperoleh mono-dan di-esters dari monosakarida dalam hasil tinggi, menggunakan asetal gula sebagai bahan awal. Lipase dari A. terreus mensintesis biosurfaktan oleh transesterifikasi antara minyak alami dan gula alcohol. Lipase juga dapat mengganti phospholipases dalam produksi lysophospholipids. Lipase Miehei Mucor telah digunakan untuk transesterifikasi fosfolipid dalam berbagai alcohol primer dan sekunder. Lipase juga mungkin berguna dalam sintesis berbagai macam surfaktan bio-degradable amfoter, ester asam amino yaitu berbasis, dan amides.
6. Lipase dalam sintesis bahan-bahan untuk produk perawatan pribadi
Unichem Internasional baru-baru ini meluncurkan produksi palmitat isopropyl miristat, isopropil, dan 2-ethylhexyl palmitate untuk digunakan sebagai emolien dalam produk perawatan pribadi seperti minyak kulit dan krim anti sinar matahari, dan sabun mandi. Ester Wax memiliki aplikasi serupa dalam produk perawatan pribadi dan sedang diproduksi secara enzimatis, menggunakan lipase C. cylindracea, dalam sebuah batch bioreactor.
7. Lipase di farmasi dan bahan kimia pertanian
Utilitas lipase dalam penyusunan synthons kiral baik diakui dan didokumentasikan. Beberapa proses baru saja dikomersialkan yang telah dijelaskan oleh Sainz-Diaz et al., dan Davis et al. Resolusi asam 2-halopropionic, bahan awal untuk sintesis herbisida phenoxypropionate, adalah proses berdasarkan esterifikasi selektif (S)-isomer dengan butanol, yang dikatalisis oleh lipase pankreas babi dalam hexane anhidrat. Contoh lain yang mengesankan dari aplikasi komersial lipase dalam resolusi campuran rasemat adalah hidrolisis epoxyester alcohol. Produk reaksi, ester (R)-glisidil dan (R)-glycidol dapat segera dikonversi ke (R) - dan (S)-glycidyltosylates yang intermediet menarik bagi penyusunan optik blocker ß aktif-dan berbagai macam produk lainnya . Sebuah teknologi yang sama telah dikomersialisasikan untuk menghasilkan 2 (R), glycidate 3 (S)-methylmethoxyphenyl, yang intermediate kunci dalam pembuatan obat kardiovaskular optik Diltiazem murni.
Lipase memiliki aplikasi sebagai katalis industri untuk resolusi alkohol rasemat dalam penyusunan beberapa prostaglandin, steroid, dan analog nukleosida carbocyclic. Regioselective modifikasi senyawa organik polifungsional daerah lain belum berkembang pesat aplikasi lipase, khususnya di bidang AIDS treatment. Lipase dari A. carneus dan A. terreus menunjukkan kemo-dan regiospecificity di hidrolisis peracetates dari farmasi penting polifenolik compounds. Lipase juga berguna dalam sintesis dari sucralose sweetner buatan oleh hidrolisis regioselective dari Octa-acetylsucrose.
8. Lipase dalam sintesis polimer
Stereoselektivitas lipase berguna untuk sintesis polymer optik aktif. Polimer ini adalah reagen asimetris, dan digunakan sebagai pernyerap. Di bidang kristal cair, monomer yang sesuai dapat dibuat dengan transesterifikasi lipase-katalis dari alcohol, yang dengan alkohol rasemat bisa disertai dengan resolution. Penggunaan glycidyltosylates kiral untuk persiapan crystal feroelektrik cair juga telah dilaporkan. Dengan demikian, enzim ini telah melakukan diversifikasi penggunaan komersial, baik dalam hal skala dan proses. Lipase telah bekerja dengan sukses di industri makanan serta teknologi tingkat tinggi dalam produksi bahan kimia dan farmasi. Selanjutnya, enzim ini memiliki potensi di bidang baru, untuk lipase misalnya telah berhasil telah digunakan dalam pembuatan kertas - ternyata, perlakuan pulp dengan lipase menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan kebutuhan pembersihan berkurang. Demikian pula, enzim juga telah digunakan dalam hubungan dengan koktail mikroba untuk pengobatan limbah lemak yang kaya dari pabrik es krim.



BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Jenis mikroorganisme penghasil enzim lipase adalah Kelompok yeast dari Candida rugosa, kelompok jamur adalah Aspergillus niger dan Penicillium aurantiogriseum. Adapun pada kelompok bakteri, lipase yang dihasilkan adalah dari genera Bacillus, Aeromonas, Pseudomonas, Alcaligenes, Arthrobacter, Chromobacterium, Serratia, Vibrio, Aeromonas, dan Staphyloccus.
2. Produksi enzim lipase dari bakteri diawali dengan penanaman bakteri dalam media fermentasi yang terdiri dari komposisi gum arab 5%, pepton 1%, , minyak zaitun 10% dengan kondisi optimum pertumbuhan bakteri sebagai berikut: waktu inkubasi 24 jam, suhu 35°C, pH 8.
3. Proses pemurnian sampel ekstrak kasar enzim lipase diawali dengan fraksinasi bertingkat menggunakan garam ammonium sulfat dengan tingkat kejenuhan (0-20%), (20-40%), (40-60%), (60-80%) dan 80-100%), dialsis dan kromatografi kolom.
4. Enzim lipase hasil pemurnian memiliki karakteristik aktivitas optimum pada pH 8, temperatur 45°C, dan waktu inkubasi 10 menit dengan nilai KM = 0,07 mg substrat/ml dan Vmaks = 1,506 μmol minyak /ml enzim.menit.
5. Aktivitas esterifikasi enzim lipase mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kemurnian enzim yaitu dari 2,38 mmol/ml enzim.menit untuk ekstrak kasar, menjadi 3,81 mmol/ml enzim.menit untuk fraksi amonium sulfat, selanjutnya meningkat kembali menjadi 4,29 mmol/ml enzim.menit untuk dialisis dan 5,24 mmol/ml enzim.menit untuk hasil kromatografi kolom.


DAFTAR PUSTAKA


Annisa, Y. 2006. Studi Penentuan Aktivitas Enzim Lipase dari Bakteri Proteus vulgaris Galur Lokal PP-1 dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS dan Metode Titrimetri. Skripsi Sarjana Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Basri, M., Ampon, K., Wan Yunus, W.M.Z., Razak, C.N.A., dan Saleh, A.B 1995. Enzymic Synthesis of Fatty Esters by Hydropobic Lipase Derivates Immobilized on Organic Polymer Beads. JAOCS 72(4):407-411.

Dosanjh, N.S., dan Kaur, J. 2002. Immobilization, Stability and esterification Studies of A Lipase From Bacillus sp. Journal Biotechnology and Applied Biochemistry. Vol. 36. Hlm 7-12. Punjab University. Chandigarh.
Efendi, S. 2001. Karakterisasi Enzim Lipase Intraseluler dengan Aktivitas Esterifikasi dari Kpaang Rhizopus oryzae TR 32. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lehninger, A.L. 1995. Dasar-dasar Biokimia I. Erlangga. Jakarta.

Nuraida, L. 2000. Eksplorasi, Karakterisasi dan Produksi Lipase dengan aktivitas Esterifikasi Tinggi dari Kapang Indigenus. Laporan Tahunan Pertama Penelitian Hibah Bersaing VIII/I Perguruan Tinggi. FATETA-IPB. Bogor.

Sumarsih, S. 2002. Uji Aktivitas Lipolitik Beberapa Bakteri Hasil Isolasi dari Pelabuhan Tanjung Perak dan Produksi Lipase dari Strain Terpilih. JIPTUNAIR. Surabaya.

Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.

Suhendra, L., Trenggono, Hidayat, C. 2004. Aktifitas Hidrolisis dan Esterifikasi Lipase Ekstrak Kecambah Biji Wijen (Sesamun Indicum). Prosiding Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). Jakarta, 17-18 Desember 2004.

Wang, I.C. 1979. Fermentation and Enzymes Technology. John Wiley and Sons. New York.

Enzim Papain

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Enzim papain dapat diisolasi dari getah tanaman pepaya (Carica papaya) yang terdapat pada daun, batang dan buah yang masih muda. Enzim papain mulai dikenal sejak tahun 1750 ketika Griffith Mugles melaporkan bahwa getah yang diperoleh dari papaya merupakan protein yang bersifat mencerna. Wurtz dan Bonchurt pertama kali meneliti segi kimia papain pada tahun 1879 dan melaporkan bahwa papain dalam getah papaya merupakan suatu enzim proteolitik. Dalam industri makanan dan minuman papain digunakan untuk pelunak daging, stabilizer dalam pembuatan jelly, pengental dalam pembuatan sirup dari sari buah, penggumpal susu dalam pembuatan keju. Dalam bidang kefarmasian papain digunakan sebagai pelancar pencernaan, luka infeksi, mengurangi penggumpalan darah sebelum operasi serta meningkatkan penumbuhan inflamasi akut. Papain juga digunakan dalam proses memperoleh kembali perak dari film yang sudah tidak terpakai.
Beragamnya penggunaan papain dalam berbagai sektor industri merupakan pertanda besarnya peluang pasar papain. Kebutuhan akan papain di Indonesia masih di impor. Hal ini menjadi semacam kontroversi sehubungan dengan ketersediaan pohon papaya yang melimpah. Sampai saat ini belum ada usaha pengolahan papain sampai pada tahap papain murni atau semi murni.
Adapun usaha produksi yang telah dilakukan adalah ekspor enzim papain dalam bentuk papain kasar yaitu getah papaya segar yang dikeringkan tanpa pemurnian. Untuk dapat memenuhi kebutuhan papain dari dalam Negeri perlu dilakukan kajian mengenai metoda isolasi yang dapat menghasilkan enzim papain secara mudah, cepat dan mempunyai aktivitas tinggi pada skala produksi komersial. Sebelum sampai pada tahap tersebut diperlukan suatu penelitian pendahuluan untuk mendukungnya (Firman, 2006).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diajukan pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana sifat dan karakteristik yang dimiliki oleh enzim papain ?
2. Bagaimana metode isolasi enzim papain dari getah papaya ?
3. Bagaimana metode uji aktifitas enzim papaian ?
4. Apa manfaat enzim papain ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Mengetahui sifat dan karakteristik yang dimiliki enzim papain
2. Mengetahui metode isolasi enzim papain
3. Mengetahui metode uji aktifitas enzim papain
4. Mengetahui manfaat enzim papain





BAB II
PEMBAHASAN


A. Papain
Secara umum yang dimaksud dengan papain adalah salah satu enzim proteolitik yang dihasilkan dari isolasi penyadapan getah buah pepaya (Carica papaya, L.). Papain memiliki EC 3.4.4.10 yang tersusun atas 212 residu asam amino dengan berat molekul 21.000 Dalton (Enot Hasanah, 2005).
Enzim papain sebagai salah satu pengganti enzim renet mempunyai beberapa kelebihan antara lain lebih mudah didapat, tersedia dalam jumlah banyak, lebih tahan terhadap kondisi asam dan kondisi basa, suhu tinggi serta harganya murah. Enzim papain sebagai protease sulfhidril dapat diaktifkan oleh zat-zat pereduksi dan menjadi tidak aktif jika terdapat zat pengoksidasi. Burges dan Shaw dalam Godfrey dan Reichet (1986) menyatakan bahwa enzim papain memutus ikatan peptida pada residu asparagin-glutamin, glutamat-alanin, leusin-valin dan penilalanintirosin. Enzim tersebut akan bekerja secara optimal tergantung dari konsentrasi yang diberikan (Nurhidayati, 2003).
B. Pepaya Sebagai Sumber Papain
Enzim papain berasal dari buah pepaya, sedangkan kandungan tertinggi papain terdapat pada buah pepaya muda. Pepaya tergolong dalam famili caricaceae dan khas tumbuh di negara tropis. Semua bagian dari pepaya dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kesejahteraan manusia. Mulai dari daun, buah yang masih muda maupun yang telah matang, hingga batangnya pun dapat dimanfaatkan. Buah papaya mengandung 46 KKal, protein 0.50 gram, karbohidrat 12.20 gram, kalsium 23 mg, besi 1.7 mg, vitamin A 365 SI, vitamin B1 0.04 mg, vitamin C 78.9 mg, dan air 86.7 mg. Lebih dari lima puluh jenis asam amino terkandung dalam getah buah pepaya muda, antara lain asam aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, valine, isoleusin, leusin, tirosin, fenilalanin, histidin, lysine, arginin, triptop han, dan sistein.
Selain bagian tanaman, jenis pepaya pun sangat menentukan kualitas dan kwantitas getah untuk menghasilkan papain. Dari beberapa hasil penelitian diperoleh bahwa papaya semangka dapat menghaasilkan getah lebih banyak jika dibandingkan jenis lainnya. Dan aktivitas enzimatik nya pun lebih baik dari yang lain. Oleh sebab itu untuk industri papain sebaiknya menggunakan pepaya semangka dan sebaiknya getahnya berasal dari buahnya saja.
Dalam getah pepaya yang masih muda terdapat tiga jenis enzim, yaitu enzim papain, kimopapain dan lisozim. Enzim papain dan kimopapain ini mempunyai kemampuan menguraikan ikatan-ikatan dalam molekul protein, sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida. Akan tetapi, untuk proses pengempukkan daging lebih efektif menggunakan enzim papain.
Keistimewaan enzim papain dalam hal ini adalah mempunyai kestabilan yang baik pada larutan yang mempunyai pH 5.0, memiliki keaktifan sintetik serta daya tahan panas yang lebih tinggi dari enzim lain, bahkan proses pengempukan daging terjadi dalam proses pemasakan, yaitu pada suhu tinggi. Disamping itu, enzim papain memiliki kemampuan membentuk protein baru atau senyawa yang menyerupai protein disebut dengan plastein dari hasil hidrolisis protein.
C. Isolasi Enzim Papain
Untuk produksi papain, kegiatan yang perlu dilakukan adalah penyiapan bahan baku dan bahan penolong, penyiapan alat, pengambilan getah, pembuatan papain, serta pengukuran aktivitas proteolitik atau papain.
a. Penyiapan bahan baku dan bahan penolong
Untuk memproduksi papain, bahan baku yang perlu dipersiapkan adalah getah pepaya. Sementara bahan penolong berupa air dan sulfit. Sulfit yang dapat digunakan antara lain Natrium bisulfit ( NaHSO3) , Natrium metabisulfit ( NaS4O6 ) ,sodium bisulfit atau sodium metabisulfit. Air digunakan sebagai pengencer getah pepaya, sedangkan sulfit digunakan sebagai pelarut bahan kimia.
Bila getah pepaya berasal dari batang dan daun, diperlukan bahan pembantu berupa asam klorida, asam sulfat, atau asam asetat. Pemberian asam ini berguna untuk menurunkan pH getah hingga menjadi 3,5.
b. Penyiapan Alat
Dalam memperoleh dan mengolah getah pepaya menjadi papain kasar diperlukan peralatan sebagai berikut :
1. Pisau sadap yang dibuat dari bahan yang tidak mudah berkarat. Agar dapat menoreh buah , mata alat sadapnya dapat digunakan sepotong atau sebilah silet, sepotong kawat dengan ujung runcing, atau pisau dapur yang kecil. Sebagai pegangan alat sadap dapat digunakan sepotong kayu atau bambu yang tingginya disesuaikan dengan tinggi buah yang akan disadap. Pemasangan mata alat sadap ini harus diatur sedemikian rupa agar kedalaman torehannya tidak melebihi 2 mm.
2. Pisau karet untuk mengorek getah yang membeku pada torehan.
3. Tampah penampung getah untuk menampung getah yang baru ditoreh dari buahnya . Alat ini dapat dibuat sendiri dari tampah atau nyiru yang bagian tangahnya diberi lubang. Lubang tersebut harus disesuaikan dengan besar batang tanaman pepaya. Agar batang tanaman dapat masuk mata tepi hingga kelubang harus dipotong.
4. Ember dari bahan plastik untuk mengumpulkan getah yang baru disadap
5. tangki digunakan untuk mencampur atau mengaduk getah dengan air dan sulfit.
6. Loyang yang terbuat dari plastik , aluminium untuk mendapatkan getah Yang akan dikeringkan.
7. Alat pengering untuk mengeringkan getah. Suhu alat pengering ini harus Diatur menjadi tetap stabil selama proses pengeringan , yaitu 55 derjar Celcius. Selain mengggunakan alat pengering, pengering dengan sinar atahari pun dapat digunakan.
8. Ultra filter untuk menyaring emulsi getah dengan tujuan memisahkan jenis Enzim dalam papain.
c. Pengambilan Getah
Cara pengambilan getah pepaya berbeda untuk bagian tanaman yang akan diambil. Berikut akan diulas pengambilan getah dari buah dan dari batang dan daun.
1. Pengambilan getah buah.
Pengambilan getah buah dilakukan pada buah yang sudah berumur 2,5- 3 bulan. Buah yang sedang dalam masa penyadapan harus tetap tergantung pada batang pokoknya. Masa penyadapan buah dapat berlangsung hinggga 13 kali. Namun secara ekonomis penyadapan buah hanya cukup 7 kali. Oleh karena interval penyadapan dapat berlangsung 4 hari sekali maka masa penyadapan hanya berlangsung selama 28 hari.
Waktu yang tepat untuk melakukan penyadapan adalah pagi hari sebelum mataharu terbit. Sekitar pukul 05.30- 08.00 atau pada sore hari sekitar pukul 17.30 – 18.30. sebelum disadap sebaiknya buah dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran debu dan embun. Cara membersihkannya dengan mengusapkan kain lab atau kain kering yang bersih pada buah.
Penyadapan dilakukan dengan cara menorehkan alat sadap pada kulit buah mulai dari pangkal menuju ujung buah. Kedalaman torehan 1-2 mm. Hal ini perlu diperhatikan agar luka cepat sembuh. Setelah dilakukan torehan getah yang keluar segera ditampung dengan alat penampung getah yang sudah diramcang khusus. Tampah sudah diletakkan pada batang tanaman. Sebaiknya tampah diberi plastik agar getah tidak tumpah.
Biasanya getah yang keluar dari buah tidak segera mengucur ke tampah penampungan dan akan membeku pada luka torehan. Getah yang membeku ini dapat dikorek secara hati-hati dengan pisau karet. Pengorekannya dilakukan dari pangkal ke ujung buah. Getah yang membeku tersbut harus dikumpulkanmenjadi satu dengan getah lainnya dalam tampah dan selanutnya dapat dioleh menjadi papain.
2. Pengambilah Getah Batang dan Daun
Pengambilan getah batang dan daun dilakukan dengan cara sebagai berikut : batang ditebang setinggi 25 cm dari tanah. Batang dan daunnya segera dirajang halus dengan ukuran 1-2 cm. Selanjutanya hasil rajangan diperas untuk diambil getah atau sarinya berupa jus. Hasil perasan getah ini ditampung dalam wadah dan diukur volumenya. Lalu dibasahi dengan larutan Sodium bisulfat 0,7 % Jumlah larutan sodium bisulfat ini sebanyak volume jus yang diperoleh dari hasil pemerasan pertama. Lalu ampas diperas lagi untuk mengeluarkan sisa getah yang masih ada. Lalu disatukan dengan getah pertama.
d. Prosedur Pengolahan
Pengolahan getah menjadi papain berbeda untuk masing-masing asal getah. Sementara pengolahan getah buah untuk memperoleh papain kasar dan papain bersih pun berbeda. Adapun pengolahan getah dari buah serta batang dan daun akan diulas sebagai berikut :
1. Pengolahan Getah Buah menjadi Papain Kasar
Getah hasil penyadapan buah dapat diolah menjadi papain kasar ( Crude papain) . Cara pengolahannya getah dari penyadapan dicampur dengan larutan Sulfit 0,7 % sebanyak 4 kali jumlah getah. Lalu diaduk hingga merata dengan alat pengaduk (Mixer) . Campuran ini biasanya akan membentuk emulsi atau getah berwarna putih susu yang agak kental. Selanjutnya emulsi getah dikeringkan hingga menjadi papain kasar .
Untuk pengeringan emulsi getah menjadi papain kasar dapat ditempuh melalui 5 cara sebagai berikut :
a. Pengeringan dengan sinar matahari
Cara ini hanya mengnadalkan panas matahari. Mula-mula emulsi getah dituang dalam wadah plastik setebal 1 cm. Setelah itu dijemur dibawah terik matahari. Menurut pengalaman emulsi akan mengering kalau 8 jam. Selama pengeringan sebaiknya diatur ketebalan dan penyebaran getahnya agar pengeringan berjalan dengan cepat.
b. Pengeringan Dengan pengering kabinet
Untuk pengeringan dengan menggunakan listrik yang berbentuk kabinet diawali dengan penuangan emulsi getah secara merata dengan ketebalan 1 cm dalam wadah plastik atau stainles steel. Setelah itu wadah dimasukkan kedalam lemari kabinet atau cabinet drier. Suhu lemari ini berkisar 55 derjat celciuc. Biasanya getah akan mengering dalam waktu 6 jam. Sebaiknya suhu tetap stabil agar mempercepat pengeringan. Papain kasar hasil pengeringan ini biasaya berupa serpihan-serpihan putih tipis sampai keabu-abuan. Aktivitasnya 500 MCU/ g. Sebaiknya serpihan ini digiling supaya harus seperti tepung.
c. Pengeringan Dengan pengering vakum
Emulsi getah dapat dikeringkan dengan lemari pengering listrik yang dibantu dengan pompa vakul. Tujuannnya untuk mempercepat pengeringan. Papain kasar yang dihasilkan dengan pengeringan ini lebih baik dibandingkan yang hanya menggunakan lemari pengering biasa, karena warnanya lebih putih, selain itu juga aktivitas proteolitiknya menadi sekitar 600 MCU/ g.

d.Pengeringan Dengan Pengering Semprot
Pengeringan emulsi getah dapat dilakukan dengan pengering semprot atau ( Spray drier) Pengering ini berbentuk ruang atau kamar. Emulsi getah disemprot kedalam kamar tersebut dengan menggunakan sprayer. Yang lubangnya sangat halus. Aliran udara panas disemprotkan bersamaan dengan penyemprotan emulsi getah. Dengan cara ini getah akan menjadi kering bentuk seperti tepung halus. Tepung papain ini selanjutnya keluar dari lubang keluasan dan dapat langsung dikemas. Papain kasar juga sudah lebih baik dari yang sebelumnya dengan aktivitas proteolitiknya 600 MCU/g.
e. Pengeringan dengan pengering beku
Cara lain untuk pengeringan getah adalah dengan pengeringan beku ( Freeze drier). Pada cara ini getah tidak perlu dibuat menjadi emulsi getah, tetapi dapat langsung dikeringkan dengan pengering beku. Cara kerja alat ini diawali dengan pembekuan bahan berupa getah pada suhu 50 derjat celcius. Dengan pembekuan ini maka sel-sel getah akan pecah karena air selnya akan membeku dan volumenya membesar. Selanjutnya air dalam fase es tersebut langsung diubah menjadi fase uap dengan pemvakuman sangat kuat.
Cara ini lebih baik dari cara-cara sebelumnya. Namun biasanya prosesnya mahal karena harga alatnya sangat mahal. Papain kasarnya cukup stabil karena kadar papainnya sekitar 700 MCU/ g.
2. Pengolahan Getah Buah Menjadi Papain bersih
Getah hasil penyadapan pun dapat diolah menjadi papain bersih ( Refined papain)
Pengolahannya diawali dengan pembuatan emulsi getah melalui penambahan Sulfit. Selanjutnya emulsi disaring dengan ultra filter dengan kehalusan sekitar 60 mesh. Berarti setiap 1 cm terdapat 60 lubang. Setelah disaring maka yang tertinggal yaitu papain jernih dan air.
Untuk mendapatkan papain bersih berbentuk tepung (Papain refined powder papain) residu tersebut dapat dikeringkan. Namun dapat juga langsung dikemas hingga disebut papain bersih cair. (Refined liquid papain ) . Papain bersih cair yang dihasilkan memiliki aktivitas proteolitik 400 MCU/g – 1.000 MCU/ g. ( MCU adalah Milk Clotting Units) yang merupkan kekuatan aktivitas enzim.
D. Uji Aktfitas Enzim Papain
Aktfitas enzim ditentukan dengan metode murachi dengan menggunakan kasein 1% sebagai substrat. Sebanyak 5 mL ditambahkan 0,2 mL L-sistein 0,1 M sebagai activator. Ke dalam campuran tersebut ditambahkan 1 mL enzim papain. Untuk mendapatkan kondisi optimum aktfitas enzim dibuat variasi pH dan temperatur. Setelah diinkubasi ke dalam campuran reaksi ditambahkan 1 mL asam TCA 30%. Panaskan pada temepratur 50oC selama 20 menit. Protein yang terkoagulasi dipisahkan secara filtrasi. Filtrat yang diperoleh diukur absorbansinya pada panjang gelombang 280 nm. Unit aktifitas protease dinyatakan sebagai jumlah enzim yang menyebabkan kenaikan absorbansi pada panjang gelombang 280 nm yang setara dengan 1 ug tirosin/mL enzim/20 menit. Untuk mengetahui kadar tirosin yang dihasilkan digunakan kurva standar tirosin.
E. Manfaat Papain
Banyak manfaat yang diperoleh dari papain sehingga produk ini menjadi semakin dicari. Manfaat dari papain ini diulas berikut ini.
1. Pelunak Daging
Papain dapat digunakan dalam industri pengolahan daging dan restoran besar dengan penggunaan papain maka pemakaian energi bahan bakar untuk melunaKkan daging dapat di hemat sehingga terjadi penurunan biaya produksi.selain itu,daging dari hewan tuapun dapat menjadi lunak kalau menggunakan papain. Biasanya daging hewan tua berstruktur sangat keras (alot). Dengan demikian,sehingga hadirnya papain dapat menaikkan eksport hewan tua yang sebelumnya tidak laku di pasaran. Papain sebagai pelunak daging (meat tenderizer) banyak diperdagangkan dalam kemasan kecil sesuai kebutuhan rumah tangga. Biasanya sebelum dikemas, papain ini sudah di campur bahan lain seperti: gula dan garam agar kandungan papainnya tidak terlalu kuat.
2. Pembuat Konsentrat Protein
Papain dapat digunakan sebagai bahan penghancur sisa atau buangan hasil industri pengalengan ikan menjadi bubur ikan atau konsentarat protein hewan.ini digunakan untuk keperluan bahan pakan ternak dan ikan atau bahkan untuk di olah menjadi kecap.dengan kondisi keasaman (PH) suhu yang tepat,papain pun dapat digunakan pada sumber protein nabati seperti bungkil kacang-kacangan sehingga manjadi konsentrat protein nabati.
3. Penghidrolisis Protein
Daya memecahkan molekul protein yang dimiliki papain dapat diintensikan lebih jauh menadi kegiatan hidrolisis protein.namun,kegiatan ini dapat berlangsung kalau pH,suhu,kemurnian,dan konsentrasi papain berada pada kondisi yang tepat.hal ini sering digunakan pada pembuatan pepton dan asam-asam amino.pepton dan asam amino diperlukan pada penelitian mikrobiologi dan industri.biasanya harga produk semacam itu sangat mahal.
4. Pelembut Kulit
Pada industri penyamakan kulit,papain sering di gunakan untuk melembutkan kulit.Kulit yang lembut dapat dibuat sarung tangan, jaket, bahkan kaus kaki. Di negara beriklim dingin, pakaian datri kulit lebih banyak di pilih dibanding dari bahan plastik atau serat sintesis karena dapat memberikan rasa hangat, nyaman, dan lebih kuat.
5. Anti Dingin
Papain sangat berperan dalam industri bir yang setiap tahun meningkat rata rata 5%. Bir merupakan hasil permentasi atau paragian kecambah gandum atau barley.bahan tersebut mengandung senyawa folifenol protein yang akan terlarut dalam bir hasil fermentasi. Namun kalau distribusi dan penyimpanannya berlangsung cukup lama atau suasana sekitarnya dingin karna iklim atu sengajah didinginkan maka senyawa tersebut akan terpisah dan mengendap yaitu berupa dispersi padatan yang sangat halus melayang di seluruh cairan bir. Endapan ini tanpak seperti kabut putih sehingga dapat mengurangi mutu dan selera dari bir tersebut dengan penambahan papain saat akan di botolkan, senyawa protein tersebut akan tetap terlarut atau stabil walaupun suasananya dingin atau disimpan cukup lama. Itulah sebabnya papain sering disebut sebagai obat anti dingin atau stabiliser.
6. Bahan Obat dan Bahan Kosmetik
Papain dapat digunakan sebagai bahan aktif dalam preparat farmasi seperti untuk obat gangguan pencernaan protein, serta obat cacing. Berhubungan dengan pembedahan, papain pun digunakan sebagai obat pengendali inflasi. Papain dapat juga digunakan sebagai bahan aktif dalam pembuatan krim pembersih kulit, terutama kulit muka. Ini disebabkan papain dapat melarutkan sel-sel mati yang melekat pada kulit dan sukar terlepas dengan cara fisik. Noda atau plek pada muka dapat dikikis oleh papain sehingga menjadi halus. Selain itu papain juga sering dijadikan bahan aktif dalam pembuatan pasta gigi. Karena dapat membersihkan sisa protein yang melekat pada gigi. Sisa protein ini sering menimbulkan bau busuk bila terlalu lama dibiarkan.













BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Papain adalah salah satu enzim proteolitik yang dihasilkan dari isolasi penyadapan getah buah pepaya (Carica papaya, L.). Papain memiliki EC 3.4.4.10 yang tersusun atas 212 residu asam amino dengan berat molekul 21.000 Dalton
2. Enzim papain diisolasi dari getah buah, daun dan batang papaya dengan menggunakan sulfit yang diikuti dengan penyaringan. Hasil penyaringan inilah yang dikeringkan menghasilkan enzim papain.
3. Metode uji aktifitas enzim papain dilakukan dengan metode murachi
4. Manfaat enzim papain yaitu sebagai penghidrolisis protein, pelunak daging, bahan kosmetik, bahan obat-obatan dan sebagainya.

















DAFTAR PUSTAKA
Firman, Sebayang. 2006. Imobilisasi Enzim Papain Dari Getah Pepaya Dengan Menggunakan Alginat. Jurnal Komunikasi Penelitian, Vol (12).
Hasanah, Enok. 2005. Pengaruh Penambahan Antioksidan dan Ppengkelat Logam terhadap Aktifitas Proteolitik Enzim Papain [skripsi]. FMIPA-IPB, Bogor
Nurhidayati, Tutik. 2003. Pengaruh Konsentrasi Enzim Papain Dan Suhu Fermentasi Terhadap Kualitas Keju Cottage. KAPPA (2003) Vol. 4, No.1, 13-17.

Sardjoko (1991), Bioteknologi, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa. Bandung.

Sabariyyah, Putri Nur. 2005. Pemanfaatan Enzim Papain dalam Produksi Hidrolisat Protein Susu Sapi [skripsi]. FMIPA-IPB, Bogor

Hidayat, Taufik. 2005. Pembuatan Hidrolisat Protein dari Ikan Selar Kuning dengan Menggunakan Enzim Papain [skripsi]. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Winarno F.G. (1986), Enzim Pangan, Penerbit Gramedia, Jakarta.

Minggu, 27 Maret 2011

Saccharomyces cerevisiae dalam Industri Bioetanol


SEJARAH
Saccharomyces cerevisiae adalah jamur bersel tunggal yang telah memahat milestones dalam kehidupan dunia. Jamur ini merupakan mikroorganisme pertama yang dikembangbiakkan oleh manusia untuk membuat makanan (sebagai ragi roti, sekitar 100 SM, Romawi kuno) dan minuman (sebagai jamur fermentasi bir dan anggur, sekitar 7000 SM, di Assyria, Caucasia, Mesopotamia, dan Sumeria).
Di Indonesia sendiri, jamur ini telah melekat dalam kehidupan sehari-hari. Nenek moyang kita dan hingga saat ini kita sendiri menggunakannya dalam pembuatan makanan dan minuman, seperti tempe, tape, dan tuak.
Di dunia sains, mikroorganisme ini adalah yang pertama kali diobservasi melalui mikroskop oleh ”Bapak Ahli Mikrobiologi” Antonie van Leewenhoek. Louis Pasteur, yang terkenal dalam penemuannya mengenai cara pensterilan susu, menggunakannya sebagai bahan biokimia hidup dalam proses transformasi. Jamur  ini juga digunakan sebagai ”pabrik” tempat pembuatan vaksin hepatitis B rekombinan yang pertama.
Gambaran umum
Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak jenis ragi. Saccharomyces adalah dari berasal dari bahasa Latin yang berarti gula jamur. Saccharomyces merupakan mikroorganisme bersel  satu tidak berklorofil, termasuk termasuk kelompok Eumycetes.  Tumbuh baik pada suhu 30oC dan pH 4,8.  Beberapa kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi.  Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin.  Suhu optimum untuk fermentasi antara 28 – 30oC.
Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces cerevisiae, yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari genus ini termasuk Saccharomyces bayanus, digunakan dalam pembuatan anggur, dan Saccharomyces boulardii, digunakan dalam obat-obatan. Koloni dari Saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo dalam 3 hari. Mereka rata, mulus, basah, glistening atau kuyu, dan cream untuk cream tannish dalam warna. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan untuk berbagai memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas dari Saccharomyces. Berdasarkan Blastoconidia (sel tunas sisi) yang diamati, mereka adalah unicellular, bundar, dan ellipsoid untuk memperpanjang dalam bentuk. Multilateral (multipolar) budding ciri khasnya. Saccharomyces memproduksi ascospores, khususnya bila tumbuh di media V-8, asetat ascospor agar, atau media Gorodkowa.
Gambar 1. Jamur Saccharomyces cerevisiae
Jamur Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama jamur ragi, telah memiliki sejarah yang luar biasa di industri fermentasi. Karena kemampuannya dalam menghasilkan alkohol inilah, S. cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman (Generally Regarded as Safe) yang paling komersial saat ini. Dengan menghasilkan berbagai minuman beralkohol, mikroorganisme tertua yang dikembangbiakkan oleh manusia ini memungkinkan terjadinya proses bioteknologi yang pertama di dunia. Seiring dengan berkembangnya genetika molekuler, S. cerevisiae juga digunakan untuk menciptakan revolusi terbaru manusia di bidang rekayasa genetika. S. cerevisiae yang sering mendapat julukan sebagai super jamur telah menjadi mikroorganisme frontier di berbagai bioteknologi modern.
Tentu saja kegunaan mikroorganisme ini pun menjadi semakin penting di dunia industri fermentasi. Saat ini S. cerevisiae tidak saja digunakan dalam bidang fermentasi tradisional, tetapi mikroorganisme-mikroorganisme S. cerevisiae baru yang didapatkan dari riset dan aplikasi bioteknologi telah merambah sektor-sektor komersial yang penting, termasuk makanan, minuman, biofuel, kimia, industri enzim, pharmaceutical, agrikultur, dan lingkungan. Di masa depan, terutama karena krisis energi yang semakin sering terjadi, etanol yang diproduksi oleh fermentasi jamur ragi ini agaknya akan mendapat perhatian khusus karena potensinya sebagai biofuel. Biofuel dalam bentuk etanol merupakan salah satu harapan masa depan dari superjamur ini. Alasan utama dari penggunaan etanol adalah sumber energi yang sustainable dan ramah lingkungan serta sangat menguntungkan secara ekonomi makro terhadap komunitas pedesaan (petani). Seiring dengan itu, krisis energi dalam bentuk minyak bumi diperkirakan akan terjadi sehubungan dengan prediksi bahwa produksi minyak dunia akan memuncak dalam waktu 25 tahun mendatang dan selanjutnya menurun secara drastis.
Bagi negara-negara yang relatif miskin sumber daya minyak dan pengekspor minyak dunia, hal ini sangat mengancam kesejahteraan mereka, bahkan dapat mengancam pertahanan dan keamanan mereka.
Gambar 2. Pom bensin yang juga menjual ethanol sebagai bahan bakar di Brazil
Tak hanya itu, S. cerevisiae juga merupakan pabrik enzim makanan pertama (chymosin, enzim yang digunakan dalam pembuatan keju). Dan tentu saja penemuan spektakuler dalam memecahkan seluruh sekuens genom S. cerevisiae merupakan langkah pionir yang menentukan dalam menguak misteri sekuens genom manusia. Hampir semua teknologi frontier, seperti genomik, proteomik, dan nanobioteknologi, menggunakan jamur ini sebagai model. Tidak diragukan lagi bahwa inovasi sains dan teknologi juga akan semakin melaju di bidang bioekonomi. S. cerevisiae, sebagai model sains dan mikroorganisme komersial yang populer, akan terus memegang peranan penting di masa depan.
Di masa depan, S. cerevisiae akan menjadi sel inang yang semakin diperhitungkan dalam pembuatan low volume, high value produk bioteknologi, seperti enzim, bahan-bahan kimia, protein terapi, dan produk pharmaceutical lainnya yang berdaya komersial tinggi. Selain menghasilkan 800.000 ton protein dalam setahun, telah dihasilkan pula 60 juta ton bir, 30 juta ton anggur, dan 600.000 ton jamur ragi. Tak mengherankan mikroorganisme ini merupakan tulang punggung dalam produksi empat komoditas fermentasi terbesar di dunia.
Oleh karena itu, biomass jamur (baik untuk industri makanan manusia dan ternak) dan produksi tradisional etanol (untuk industri bir, anggur, minuman suling, dan energi) diperkirakan akan terus menyumbangkan produksi fermentasi terbanyak di dunia.
Dalam bidang energi, jamur ragi sebagai pabrik etanol merupakan suatu strategi alternatif yang telah dikembangkan di beberapa negara, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat.
Gambar 3. Ragi tape (tergolong S. Cerevisiae)
Saat ini biomass tanaman adalah sumber biofuel yang paling banyak dikembangkan karena harganya yang murah dan persediaannya yang mudah didapat. Sayangnya, salah satu penghambat justru adalah langkanya low-cost technology dalam pengolahan tanaman menjadi etanol. Tentu saja tidak sembarang jamur ragi dipakai, melainkan beberapa strain S. cerevisiae yang telah direkayasa daur metabolismenya secara genetika sehingga dapat menghasilkan etanol secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, mereka berpacu dengan waktu untuk mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi baru yang dapat memuluskan transisi energi oil menuju energi biofuel yang dapat diperbarui. Tentu saja, bagi negara berkembang seperti Indonesia, pekerjaan rumah yang utama adalah bagaimana memanfaatkan sumber daya hayati jamur di Indonesia sehingga dapat mengembangkan ilmu sekaligus memajukan ekonomi berbasiskan ilmu pengetahuan ini. Beberapa peneliti Indonesia dengan kredibilitas tinggi di beberapa perguruan tinggi dan lembaga penelitian telah menemukan ratusan jenis jamur, bahkan lebih. Langkah selanjutnya adalah bagaimana kekayaan ini dimanfaatkan seoptimal mungkin, baik di bidang sains dasar maupun di bidang bioekonomi.
Siklus Hidup
 Ada dua bentuk di mana sel-sel ragi dapat bertahan dan berkembang yaitu sel haploid dan diploid. Sel haploid  menjalani siklus hidup sederhana dari mitosis dan pertumbuhan, dan umumnya pada kondisi tegangan tinggi akan mati. Sel diploid (yang 'istimewa' bentuk ragi) juga mengalami siklus hidup sederhana mitosis dan pertumbuhan , namun dalam kondisi stres dapat mengalami sporulasi, memasuki meiosis dan menghasilkan berbagai haploid spora , yang dapat melanjutkan ke pasangan.


Persyaratan Gizi
Semua strain S. cerevisiae  dapat tumbuh secara aerobik pada glukosa, maltosa , dan trehalosa dan lambat tumbuh pada laktosa dan selobiosa. Hal ini menunjukkan bahwa galaktosa dan fruktosa adalah dua dari gula fermentasi terbaik.  Kemampuan ragi untuk menggunakan gula yang berbeda dapat berbeda tergantung pada apakah mereka tumbuh aerobik atau anaerobik. Beberapa strain tidak dapat tumbuh secara anaerobik pada sukrosa dan trehalosa.
 Semua strain S. cerevisiae  dapat memanfaatkan amonia dan urea sebagai satu-satunya sumber nitrogen, tetapi tidak dapat memanfaatkan nitrat, karena mereka tidak toleran terhadap ion ammonium.  Mereka juga dapat memanfaatkan sebagian besar asam amino, peptida rantai pendek, dan basa nitrogen sebagai sumber nitrogen. Histidin, glisin, sistin, dan lisin merupakan asam amino yang tidak mereka butuhkan. S. cerevisiae tidak mengeluarkan protease sehingga protein ekstraseluler tidak dapat dimetabolisme.
Taksonomi Saccharomyces cerevisiae
Domain: Eukaryota
Kingdom: Fungi
Subkingdom: Dikarya
Phylum: Ascomycota
Subphylum: Saccharomycotina
Specific descriptor: cerevisiae
Scientific name: - Saccharomyces cerevisiae

Proses produksi Bioetanol oleh Saccharomyces cerevisiae

Secara umum, proses pengolahan bahan berpati seperti ubi kayu, jagung dan sagu untuk menghasilkan Bioetanol dilakukan dengan proses urutan. Proses pengubahan glukosa menjadi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae disajikan pada gambar b  dibawah ini.

Untuk menghasilkan etanol dari bahan glukosa terjadi beberapa tahap.Pertama adalah proses hidrolisis, yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glikosidik sedangkan amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glikosidik sebanyak 4-5% dari berat total.
Prinsip dari hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantai polimer secara spesifik pada percabangan tertentu. Enzim yang digunakan adalah alfa-amilase padatahap likuifikasi, sedangkan tahap sakarifikasi digunakan enzim glukoamilase. Berdasarkan penelitian, penggunaan a-amilase pada tahap likuifikasi menghasilkan DE tertinggi yaitu 50.83 pada konsentrasi α-amilase 1.75 U/g pati dan waktu likuifikasi 210 menit, dan glukoamilase pada tahap sakarifikasi menghasilkan DE tertinggi yaitu 98.99 pada konsentrasi enzim 0.3 U/g pati dengan waktu sakarifikasi 48 jam.
Tahap kedua adalah proses fermentasi untuk mengkonversi glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2. Fermentasi etanol adalah perubahan 1 mol gula menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses fermentasi etanol, khamir terutama akan memetabolisme glukosa dan fruktosa membentuk asam piruvat melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof-Parnas, sedangkan asam piruvat yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian mengalami dehidrogenasi menjadi etanol (Amerine et al., 1987).
Gambar 4. Proses fermentasi glukosa menghasilkan etanol melalui jalur EMP
Setelah proses fermentasi selesai, dilakukan destilasi untuk memisahkan etanol. Distilasi merupakan pemisahan komponen berdasarkan titik didihnya. Titik didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah 100oC (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
Terdapat dua tipe proses destilasi yang banyak diaplikasikan, yaitu continuous-feed distillation column system dan pot-type distillation system. Selain tipe tersebut, dikenal juga tipe destilasi vakum yang menggunakan tekanan rendah dan suhu yang lebih rendah untuk menghasilkan konsentrasi alkohol yang lebih tinggi. Tekanan yang digunakan untuk destilasi adalah 42 mmHg atau 0.88 psi. Dengan tekanan tersebut, suhu yang digunakan pada bagian bawah kolom adalah 35oC dan 20oC di bagian atas. Proses produksi etanol dari bahan berpati disajikan pada Gambar 5, sedangkan Gambar 6 menunjukkan proses produksi FGE dari ubi kayu.
Gambar 5. Proses produksi bioetanol dari bahan berpati
Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan Bioetanol dari ubi kayu


Dafatar Pustaka

Alexander, M.A. & T.W. Jeffries. 1990. Respiratory efficiency and metabolize partitioning as regulatory phenomena in yeasts. Enzyme Micobe. Technol. 12: 2-29.

Bardford, J.P. & R.J. Hall. 1979. An examination of the crabtree effect in Saccharomyces cerevisiae: The role of respiration adaptation. Journal of General Microbiology, 114: 267 – 275.

Bailey, James E. and David F. Ollis, 1986, Biochemical Engineering Fundamentals, 2nd edition, McGraw-Hill Book Co., Singapore.

Camacho-Ruiz L, Pérez-Guerra N, Roses RP. 2003. Factors affecting the growth of Saccharomyces cerevisiae in batch culture and in solid state fermentation. Electron J Environ Agric Food Chem 2(5): 531-542.

Ergun M, Mutlu SF, 2000, Application of a Statistical Technique to Production of Ethanol From Sugar Beet Molasses by Saccharomyces cerevisiae, Bioresour Technol, 73: 251-255.

Ghasem N, Habibollah Y., Ku S, Ku I., 2004, Ethanol Fermentation In An Immobilized Cell Reactor Using Saccharomyces cerevisiae. Bioresour Technol 92:251–260.

Hepworth, M., 2005, Technical, Environmental and Economic Aspects of Unit Operation for The production of Bioethanol From Sugar Beet in the United Kingdom, CET IIA Exercise 5, Corpus Christi College.

Jeon, Bo Young et al, 2007, Development of a Serial Bioreactor System for Direct Ethanol Production from Starch Using Aspergillus niger and Saccharomyces cerevisiae, Biotechnology and Bioprocess Engineering, Vol. 12, pp. 566-573.

Lin, Yan and Shuzo Tanaka, 2006, Ethanol Fermentation from Biomass Resources: Current State and Prospects, Applied Microbiology Biotechnology, Springer-Verlag, 69: 627-642.
McKetta, John J. and William Aaron Cunningham, 1983, Encyclopedia of Chemical Processing and Design, Marcel Dekker, Inc., New York and Bessel.

Nowak, J., 2000, Ethanol Yield and Productivity of Zymomonas mobilis in Various Fermentation Methods, Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Vol. 3, No. 2 seri Food Science and Technology.

Pramanik, K., 1999, parametrics Studies on Batch Alcohol Fermentation Using Saccharomyces cerevisiae Yeast Extracted From Toddy, Department of Chemical Engineering, Regional Engineering College, Andra Pradesh.

Roukas, T., 1996, Continuous Ethanol Production fromNonsterilized Carob Pod Extract by Immobilized Saccharomyces cerevisiae on Mineral Kissiris Using A Two-reactor System, Journal Applied Biochemistry and Biotechnology, Vol. 59, No. 3.

Tao, F., Miao, J. Y., Shi, G. Y., dan Zhang, K. C., 2003, Ethanol Fermentationby an Acid-tolerant Zymomonas mobilis under Non-sterilized Condition, Process Biochemistry, Elsevier, 40: 183-187.

Triantarti, 2005, Karakteristik Resin Untuk Proses Ion Exclusion Chromatography Dan Aplikasinya Pada Pengambilan Gula Dari Tetes Tebu, Jurnal ILMU DASAR, Vol. 6 No. 1, pp. 48-57.